PALANTA

Hal yang paling kecil bisa mengubah hidupmu. Dalam sekejap mata sesuatu terjadi di luar perkiraan dan tak terduga. Mengarahkanmu ke masa depan yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Kemana itu akan membawamu ? Itulah perjalanan kehidupan. "YOU'LL NEVER WALK ALONE"

Sabtu, 28 September 2013

Sejarah Kerajaan Aceh pada masa kejayaan dan keruntuhannya

Sejarah Kerajaan Aceh

Aceh adalah salah satu wilayah negara republik Indonesia yang begitu beragam dengan kekayaan alam dan budayanya. Saat ini Aceh lebih dikenal dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh di masa lalu sebenarnya memiliki sejarah yang sangat panjang dan kompleks, terutama dalam perannya membentuk negara kesatuan republik Indonesia kita tercinta ini. Pada masa lalu, sebelum adanya Indonesia, Aceh adalah suatu kerajaan yang sangat kaya raya. Pada masa itu Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda, pada abad ke-16. Aceh telah memiliki hubungan dagang dengan dunia barat seperti Inggris, Turki Ottoman dan Belanda. Lantas kemudian karena ketamakan dan tergiur akan kekayaan dan kemakmuran Aceh, bangsa barat ingin menguasainya. Maka dari itu sejak abad ke-16, di Aceh selalu terjadi konflik perebutan kekuasaan negara-negara barat, seperti Portugal, Inggris, Belanda dan Spanyol.
sejarah kerajaan aceh

Kesultanan Aceh dan kejayaannya

Kesultanan Aceh berdiri tepat setelah keruntuhan kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-14. Ibu kota kesultanan Aceh adalah Kutaraja yang sekarang ini dikenal oleh rakyat Indonesia dengan sebutan Banda Aceh. Sejarah telah terukir bahwa kesultanan Aceh di masa lalu memiliki kemegahan karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, perjuangannya yang tak terkalahkan dalam mengusir penjajahan dan imperialisme bangsa barat dari tanah serambi Makkah. Selain itu sistem pemerintahannya sudah sangat teratur dan sistematik, memiliki pusat pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang pesat kala itu dan memiliki kemampuan dalam hal hubungan diplomatik dengan negara lain. Pada tahun 1873, Belanda sebagai pemenang dari persaingan bangsa barat di Indonesia melancarkan serangan ke Aceh. Pada awalnya Belanda menggunakan ancaman diplomatik, namun cara ini gagal. Lantas pecahlah perang yang disebut perang Aceh. Namun kesultanan Aceh tidak begitu saja dapat ditaklukkan karena perlawanan yang sengit. Sehingga cukup lama Belanda tidak bisa menguasai wilayah Aceh. Perang kembali berkecamuk pada tahun 1887, namun Aceh tetap gagal dikuasai karena perlawanan para pejuang Aceh yang gagah berani. Pada tahun 1892 dan 1893, perang Aceh kembali meletus dan Belanda tetap gagal merebut Aceh.

Keruntuhan Kesultanan Aceh

Keruntuhan kesultanan Aceh bermula dengan strategi penyusupan yang dilakukan oleh Dr. Christian Snouck Hurgronje. Ia berpura-pura masuk Islam dan diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh. Ia mendapat kepercayaan dari para pemimpin Aceh. Disitulah ia mengetahui kelemahan masyarakat Aceh. Ia menyarankan kepada Belanda untuk mengarahkan serangan kepada para ulama karena kekuatan Aceh terletak pada ulamanya. Ketika dilaksanakan, saran ini berhasil dan Belanda kemudian menguasai Aceh dengan diangkatnya Johannes Benedictus vab Heutsz sebagai gubernur Aceh pada tahun 1898 yang merebut sebagian besar wilayah Aceh. Pada tahun 1903, Sultan Muhammad Dawud menyerahkan diri kepada Belanda setelah anak dan ibunya ditangkap oleh Belanda. Maka pada tahun 1904 seluruh wilayah Aceh jatuh ke tangan Belanda dan kesultanan Aceh pun telah berakhir.
Demikian sejarah kesultananan Aceh, masa kejayaan dan keruntuhan dalam tiga abad. Semoga dapat menambah wawasan anda tentang sejarah bangsa Indonesia.

referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Aceh

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KAB. LIMA PULUH KOTA DARI PENERIMAAN PAJAK



1.      Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara baik untuk pembiayaan pembangunan maupun untuk pembiayaan anggaran rutin. Oleh karena itu guna mendapatkan penerimaan negara yang besar dari sektor pajak, maka dibutuhkan serangkaian upaya yang dapat meningkatkan baik subyek maupun obyek pajak yang ada.
Pengertian pajak memiliki dimensi yang berbeda-beda. Menurut Mangkoesoebroto (1998: 181), pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak preogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya.

2.      Manfaat Pajak
Sebagai salah satu sumber penerimaan bagi negara, pajak mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting untuk proses pembangunan. Dalam hal ini pajak selain berfungsi sebagai budgetair juga dapat berfungsi sebagai regulerend. Ditinjau dari fungsi budgeter, pajak adalah alat untuk mengumpulkan dana yang nantinya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sedangkan dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend), pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta. Dalam hubungannya dengan sistem, Jhingan (1994: 64) menjelaskan bahwa dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak seiring dengan kemajuan kegiatan ekonomi diperlukan suatu sistem perpajakan yang dapat menjadi pendukung utama perekonomian. Oleh karena itu fungsi pajak adalah:
a.       Menciptakan kondisi ekonomi yang mampu memberi rangsangan terhadap peningkatan produksi sektor-sektor riil dalam rangka menghasilkan tingkat pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat.
b.      Menekan kesenjangan ekonomi terutama dalam mengurangi ketimpangan pendapatan (undistributed income) masyarakat.
c.       Menggerakkan sumber-sumber ekonomi masyarakat sehingga dapat ditransfer menjadi penerimaan negara sehingga dapat meningkatkan investasi.
d.      Menata pengelolaan investasi yang produktif sehingga dapat meningkatkan produktivitas sektor-sektor ekonomi.
e.       Memperlambat peningkatan konsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan investasi.
f.       Meningkatkan hasrat menabung masyarakat yang selanjutnya dapat menjadi tambahan investasi.

3.      Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah
Pajak daerah merupakan jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerahnya. Menurut Undang-undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini ciri-ciri dari pajak daerah meliputi : pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah, penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang, pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan atau peraturan hokum lainnya, hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum politik.
PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Seiring dengan perkembangan perekonomian daeah yang semakin terintegrasi dengan perekonomian nasional dan internasional, maka kemampuan daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumbersumber penerimaan PAD menjadi sangat penting. Sumber-sumber penerimaan PAD tersebut dapat diuraikan lagi dalam bentuk penerimaan dari pajak daerah dan restribusi daerah. Pajak daerah tersebut seperti pajak hotel, restoran, hiburan, kendaran bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, bahan bakar kendaraan bermotor, air, rokok, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, bumi dan bangunan, bea perolehan atas tanah dan bangunan, air tanah, parkir, sarang burung wallet, dan pajak reklame.
Berdasarkan pada Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah dapat diklasifikasikan mana yang merupakan pajak provinsi dan pajak kabupaten kota. Jenis pajak provinsi seperti pajak kendaraan bermotor, bea balik kendaraan bemotor, bahan bakar kendaraan bermotor, air permukaan dan pajak rokok. Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota seperti pajak hotel, restoran, reklame dan pajak parkir. Menurut undag-undang tersebut pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.

4.      Perkembangan Perpajakan di Kabupaten Lima Puluh Kota
Perkembangan perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota sangat ditopang oleh pertumbuhan kegiatan ekonomi yang tersebar secara sektoral dan spatial. Perluasan kegiatan ekonomi tersebut membawa dampak pada kenaikan pendapatan masyarakat sebagai dampak dari semakin meningkatnya keikutsertaan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi yang ada. Hal ini tentunya akan berdampak pada potensi yang semakin besar dari jenis-jenis pajak yang dapat dikumpulkan dari kegiatan ekonomi daerah.
            Pada tahun 2010, jenis pajak yang dipungut oleh Pemkab Lima Puluh Kota terdiri dari 6 kategori pajak dan pada tahun 2011 berubah menjadi 9 kateogri sebagaimana terlampir. Dari data yang dipublikasikan oleh Direktoral Jenderal pajak Indonesia, jumlah PAD Kabupaten Lima Puluh Kota dari sektor pajak ditahun 2010 berjumlah Rp.3,197,050,700.00 (tiga milyar seratus Sembilan puluh tujuh juta lima puluh ribu tujuh ratus rupiah) sedangkan pada tahun 2011, jumlah penerimaan pajak mengalami peningkatan diberbagai sector ditambah dengan bertambahnya wajib pajak pada beberapa sector yang baru seperti pajak hak atas tanah dan bangunan, pajak air bawah tanah dan pajak sarang burung wallet, sehingga jumlah penerimaan pajak di Kab. Lima Puluh Kota berjumlah Rp.4,088,638,000.00 (empat milyar delapan puluh delapan juta enam ratus tiga puluh delapan ribu rupiah).
           
5.      Tinjauan Pustaka
Mangkoesoebroto, Guritno, 1998. Ekonomi Publik, Edisi Kedua,Yogyakarta: BPFE-UGM
Jhingan, Ml, 1994. Macroeconomics Theory, second edition, India: Vrina