PALANTA

Hal yang paling kecil bisa mengubah hidupmu. Dalam sekejap mata sesuatu terjadi di luar perkiraan dan tak terduga. Mengarahkanmu ke masa depan yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Kemana itu akan membawamu ? Itulah perjalanan kehidupan. "YOU'LL NEVER WALK ALONE"

Jumat, 02 Agustus 2013

Analisis Determinan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia

Analisis Determinan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia
Novi Yanti
Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas, Padang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya dan mengetahui seberapa besar pengaruh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder menurut model deret waktu (time series) berupa data tahunan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992 sampai 2011. Analisis dilakukan dengan model regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik produksi CPO nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, harga CPO nasional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, kurs riil rupiah terhadap dollar berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, dan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia Belanda dan negara lainnya, investasi berpengaruh negatif dan tidak siginifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya. Sedangkan ke Belanda investasi berpengaruh signifikan secara negatif.
Kunci: Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO), Produksi CPO Nasional, Harga CPO Nasional,  Kurs Riil Rupiah terhadap Dollar dan Investasi, OLS.


PENDAHULUAN

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara suatu negara dengan negara lain baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya (Hady, 2001). Menurut Dornbusch, Fischer dan Startz (2008: 278) dan Sugiharini (2006) keadaan ini sering disebut dengan istilah globalisasi yaitu pergerakan ke suatu perekonomian global. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi.
Negara-negara melakukan perdagangan internasional dikarenakan dua alasan utama. Pertama, adanya perbedaan antara satu sama lain seperti kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan lain-lain. Kedua, adanya tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam proses produksi. Kedua tujuan tersebut memicu untuk menghasilkan keuntungan (gains from trade) bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 1993: 15). Keuntungan tersebut antara lain: (a) memperoleh berbagai produk yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, (b) memperluas pasar produk dalam negeri, (c) memperoleh transfer teknologi yang lebih moderen dari luar negeri dan (d) memperoleh keuntungan dari spesialisasi (Prajitno dan Saputra, 2012).
Secara umum, kegiatan perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sedangkan impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang masuk ke negara tersebut. Ekspor dan impor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara (Septiana, 2011). Tujuan utama suatu negara melakukan ekspor yaitu menghasilkan devisa untuk membiayai impor negara tersebut, karena ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain (Sugiharini, 2006).
Setiap negara memiliki potensi yang berbeda-beda untuk menunjang kegiatan ekspor impornya. Potensi tersebut tergantung pada kondisi geografi dan iklim suatu negara, baik kegiatan ekspor impor di sektor migas atau non migas. Sektor non migas mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan lain-lain (Prajitno dan Saputra, 2012)
Indonesia dikenal sebagai negara aggraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang beranekaragam, terutama dari hasil sektor pertanian. Berperan sebagai sumber mata pencaharian, sumber utama pangan maupun sebagai penopang pembangunan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sinaga dan Hendarto, 2012). 
Menurut statistik kelapa sawit Indonesia (2011) sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.  Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sebesar 6,15 persen pada tahun 2012 (BPS, 2012). Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. 
Potensi salah satu subsektor pertanian yang cukup besar adalah perkebunan. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian yaitu sebesar 23,43 persen pada tahun 2012 (BPS, 2012). Oleh karena itu subsektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional maupun secara global dan berperan dalam penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan serta konservasi lingkungan (Mariati, 2009).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai komoditi andalan ekspor non migas penghasil devisa negara di luar minyak dan gas (Agustian, 2002). Selain itu dengan meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (CPO) dunia dan harga minyak mentah dunia, menjadikan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi bahan bakar alternatif atau bahan bakar nabati (biofuel) (Prajitno dan Saputra, 2012).
Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit kedua terbesar setelah Malaysia sampai pada tahun 2005. Di tahun 2006 hingga sekarang Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit nomor satu di dunia (Wardani, 2008).
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tujuh tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan sebesar 1,92 sampai dengan 9,05 persen per tahun. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 2,64 persen menjadi 8,77 juta hektar dan di tahun 2012 meningkat sebesar 1,92 persen menjadi 8,94 juta hektar. Selama periode 2006 sampai 2012 areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas yaitu  1,78 juta hektar pada tahun 2010 atau 20,82 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 1,78 juta hektar, pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau sebesar 1,79 juta hektar (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011).
Perkembangan produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yaitu 1,79 sampai dengan 13,34 persen dari tahun 2006 hingga 2012 yang dihasilkan dari perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2011 produksi minyak kelapa sawit (CPO) meningkat sebesar 1,79 persen menjadi 22,90 juta ton dan di tahun 2012 meningkat 2,50 persen menjadi 23,47 juta ton. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) dengan kode Harmonized System 151110000 sebagian besar di ekspor ke mancanegara dan sebagian kecil dipasarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Total ekspor minyak kelapa sawit (CPO) selama tujuh tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan sebesar 0,08 sampai dengan 18,44 persen. Namun  pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,23 persen dan 3,61 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2011 total ekspor meningkat menjadi 17,88 juta ton dengan total nilai sebesar US$ 19,38 milyar (BPS, 2012).
Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Autralia, Amerika dan Eropa dengan pangsa pasar utama Asia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011). Pada tahun 2011, negara pengimpor terbesar minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia di Asia adalah India dan di Eropa adalah Belanda. Volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India mencapai 4,26 juta ton atau 50,54 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dengan nilai US$ 4,46 milyar.  Sedangkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda mencapai 0,60 juta ton atau 7,16 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dengan nilai US$ 601,8 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).
Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit (CPO), baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Faktor utama pendorong kenaikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) adalah harga yang relatif rendah dibandingkan dengan harga kompetitornya seperti minyak kedelai, minyak biji matahari, minyak kacang tanah, minyak kapas dan minyak lobak. Sebagian besar negara pengimpor minyak kelapa sawit (CPO), tidak hanya memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun juga sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi (Abidin, 2008).
Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan investasi. Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perdagangan internasional suatu negara melalui permintaan dan penawaran mata uang negara tersebut (Lipsey, Steiner dan Purvis, 1991: 379). Kurs riil (real exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara yang melakukan perdagangan (terms of trade) (Mankiw, 2006: 128). Pada saat nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, maka harga barang ekspor akan lebih murah atau kompetitif dibandingkan produk luar negeri, sehingga akan mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Sebaliknya pada saat nilai tukar rupiah mengalami apresiasi, harga barang ekspor di luar negeri akan lebih mahal, sehingga permintaan ekspor akan menurun (Darwanto, 2007).
Investasi merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan pembangunan perekonomian nasional, termasuk sektor pertaian. Dalam perspektif jangka pendek maupun jangka panjang ekonomi makro investasi akan meningkatkan stok kapital, penambahan stok kapital akan meningkatkan kapasitas produksi yang pada akhirnya akan rneningkatkan ekspor (Huda, 2006).
Berdasarkan deskripsi yang telah dituangkan diatas, dalam penelitian ini penulis meneliti ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, karena India merupakan negara importir utama minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar Asia dan begitu juga halnya dengan negara Belanda yang merupakan negara importir utama di pasar Eropa.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan dan mengetahui seberapa besar pengaruh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.

METODELOGI PENELITIAN

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan merupakan data sekunder menurut model deret waktu (time series) berupa data tahunan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992 sampai 2011. Data tersebut bersumber dari publikasi, laporan dan dokumen lain yang dapat dipertanggungjawabkan yang diperoleh dari lembaga dan instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Indonesia, Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), Bank Indonesia (BI), World Development Indicator (WDI), United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). Untuk melengkapi olahan data sekunder, informasi-informasi yang berkaitan juga dikumpulkan melalui berbagai literatur dan artikel yang diunduh melalui media internet yang dapat menunjang penelitian ini.
Model ekonometrika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS), yaitu suatu model yang menjelaskan dan mengevaluasi hubungan atau pengaruh antara suatu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen (Gujarati, 1995). Proses pengolahan data penelitian ini dengan menggunakan program software SPSS version 16.0.  Penggunaan model ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana produksi CPO, harga CPO, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi dalam mempengaruhi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut, menurut Mariati (2009), Abidin (2008) dan Huda (2006) model fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengetahui ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia yaitu:
Fungsi umum:
Yij = f (X1i, X2ij, X3ij, X4i)
Fungsi Cobb-Douglas, menurut Soekartawi (2003) dalam Mariati (2009) mempunyai persamaan sebagai berikut:
Yij = β0 . ..  . 
Dari hubungan fungsional tersebut diformulasikan dalam persamaan regresi linear berganda. Dalam bentuk persamaan logaritma menjadi:
Log Yij = β0 + β1 Log X1i + β2 Log X2ij +         β3 Log X3ij + β4 Log X4i + e
dimana:
i                    : Negara Indonesia
j                    : 1, 2, 3. Negara mitra dagang: (1) India, (2) Belanda dan (3) lainnya
Yij                 : Ekspor CPO Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya  (Ton)
X1i                      : Produksi CPO nasional Indonesia (Ton)
X2ij                : Harga CPO nasional Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya (US$/Ton)
X3ij                : Kurs riil rupiah terhadap dollar Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya (Rp/US$)
X4i                : Investasi PMA Indonesia sektor pertanian (US$)
β0                  : Konstanta (intersept) atau nilai Y jika X1 = X2= X3 = X4 = 0
β1, β2, β3, β4    : Koefisien regresi linear berganda
e                    : Faktor pengganggu (error term)
Untuk mengukur kebenaran model analisis regresi digunakan koefisien determinasi atau R2, yaitu mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Untuk  menguji hipotesis secara simultan menggunakan uji F dan secara parsial mengguunakan uji T, serta uji peyimpangan asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedatisitas dan uji autokorelasi.
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1.    Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya adalah jumlah volume minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia (Ton), tanpa produk olahannya yang diekspor ke negara India, Belanda dan lainnya pada tahun 1992 sampai 2011.
2.    Produksi CPO nasional adalah jumlah total produksi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia (Ton) yang dihasilkan oleh perkebunan sawit Indonesia meliputi Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
3.    Harga CPO nasional adalah jumlah harga minyak kelapa sawit CPO nasional Indonesia (US$/Ton), yang merupakan perbandingan nilai ekspor dan volume ekspor minyak kelapa  sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya.
4.    Kurs riil rupiah terhadap dollar adalah jumlah unit mata uang domestik (rupiah) untuk memperoleh 1 unit mata uang asing (dollar AS) (Rp/US$). Kurs riil merupakan data perkalian antara nilai tukar nominal dengan rasio IHK dalam negeri (Indonesia) terhadap IHK luar negeri (India, Belanda dan Lainnya) dalam satuan US$.
5.    Investasi adalah jumlah realisasi penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian (US$), dalam hal ini menggunakan jumlah realisasi investasi PMA di subsektor tanaman pangan dan perkebunan, berdasarkan laporan kegiatan penanaman modal (LKPM).

HASIL DAN PEMBAHASAN

            Pengaruh produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij) dan investasi (X4i) terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya (Yij), diketahui dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1
Hasil Estimasi Ordinary Least Square (OLS)
Ekspor CPO Indonesia ke Negara India, Belanda dan Lainnya
Nilai
Negara Tujuan
India
Belanda
Lainnya
Koefisien
T-test
Koefisien
T-test
Koefisien
T-test
Regresi
Regresi
Regresi
β0
    -5,477
-2,758
5,711
5,935
     2,530
2,214
β1
  2,057*
4,482
0,984*
9,624
1,800*
12,306
β2
-1,215*
-5,865
-0,363*
-2,603
-0,323*
-2,052
β3
1,686*
2,673
-0,617*
-2,810
-0,539*
-1,879
β4
   -0,134
-0,833
-0,184*
-4,209
   -0,089
-1,532
T-tabel

1,753

1,753

1,753
R2

0,93

0,89

0,96
Adj. R2

0,92

0,87

0,95
F-test

53,00

31,56

94,77
F-tabel

3,06

3,06

3,06
D-W

1,79

2,42

1,67

 
 















*Signifikan pada tingkat α = 5 persen
 Sumber: Hasil diolah dengan SPSS 16.0

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

1.    Uji Normalitas
Pada penelitian ini untuk mendeteksi uji normalitas dengan melihat penyebaran data pada garis diagonal grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual dan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov. Dari analisis grafik hasil uji normalitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, dapat dilihat  bahwa penyebaran data (titik-titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi distribusi normal. Selain analisis grafik, uji normalitas juga dapat dilihat melalui uji One Sample Kolmogorof-Smirnov, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Asym. Sig. (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05, maka residual terdistribusi dengan normal.
2.    Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini digunakan untuk mendeteksi apakah antara variabel independen yang digunakan mempunyai kolinearitas yang tinggi atau tidak. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas ini dapat diselidiki dengan melihat angka Tolerance (TOL) dan Variance Inflation factor (VIF). Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat nilai TOL dan VIF masing-masing variabel independen. Dimana nilai TOL untuk semua variabel independen besar dari 0,10 dan nilai VIF untuk semua variabel independen juga kecil dari 10. Hal ini sesuai dengan syarat tidak terjadinya multikolinearitas.
3.    Uji Heteroskedatisitas
Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk memastikan dalam model regresi terjadi kesamaan varian (homoskedatisitas) dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedatisitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat grafik Scatter plot antara nilai prediksi ZPRED dengan residual SRESID dan uji korelasi Spearman. Untuk melihat ada tidaknya heteroskedatisitas dalam penelitian ini dapat dilihat melalui grafik hasil uji heteroskedatisitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dengan pola yang tidak jelas baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedatisitas pada model regresi dan model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen berdasarkan masukan variabel independen.
Serta uji heteroskeatisitas dapat juga dilihat dari uji korelasi Spearman. Berdasarkan hasil ouput dapat diketahui bahwa korelasi keempat variabel dengan Unstandardized Residual nilai signifikansinya lebih besar dari α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak ada heteroskedatisitas.
4.    Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji ini dilakukan karena sampel yang digunakan untuk observasi merupakan data time series. Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunkan uji Durbin-Watson (D-W test).
Dari hasil estimasi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,79 (India), 2,42 (Belanda) dan 1,67 (Lainnya). Sedangkan dari tabel Durbin-Watson untuk sampel 20 (n = 20) dengan variabel indpenden 4 (k = 4), maka diperoleh dL = 0,90 dan dU = 1,83, dapat diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (D-W) ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya terletak di daerah d < 4 - dU, yaitu 1,79 dan 1,67 < 2,17. Sedangkan nilai Durbin-Watson (D-W) ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda terletak di daerah d > dU, yaitu 2,42 > 1,83. Hal ini berarti nilai D-W terdapat dalam daerah tidak ada autokorelasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.
Berdasarkan Tabel 1 diatas, maka dapat diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
1.    Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India

Log Yij1 = -5,477 + 2,057 Log X1i - 1,215 Log X2ij1 + 1,686 Log X3ij1 - 0,134 Log X4i
Dimana:
β0    = -5,477 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India (Yij1) adalah sebesar 5.477 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij1), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij1) dan investasi (X4i) kostan.
β1    = 2,057 artinya setiap 1 persen  kenaikan  produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 2,06 persen, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan meningkat sebesar 2.057 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap.
β2    = -1,215 artinya setiap 1 persen  penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1,22 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan naik sebesar 1.215 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya tetap.
β3    = 1,686 artinya setiap 1 persen kenaikan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1,69 persen, atau apabila terjadi peningkatan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1.686 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap.
β4    = -0,134

Untuk melihat dan menganalisa seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat melalui koefisien determinasi R-squared (R2). Dari hasil perhitungan regresi pada tingkat kepercayaan 95 persen (level of significance 5 persen) berdasarkan Tabel 1 diperoleh nilai R2 adalah sebesar 0,93. Hal ini berarti bahwa 93 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebagian besar dipengaruhi oleh produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 7 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan di dalam model. Nilai R2 sebesar 0,93 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,93 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan maka dilakukan uji statistik F (F-test). Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah sebesar 53,00 sedangkan F-tabel dihitung dengan cara df1 = k – 1, dan df2 = n – k, dimana k adalah jumlah variabel dependen dan variabel independen, sedangkan n adalah jumlah data sehingga didapatkan nilai F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (53,00 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa secara statistik produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.
Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilakukan uji statistik t. Uji signifikan secara parsial masing-masing variabel independen dilihat dari besarnya signifikan t setiap variabel independenya. Tingkat signifikan yang digunakan adalah taraf 5 persen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara t-test dengan t-tabel. T-tabel dapat dihitung dengan cara df1 = α, sedangkan df2 = n – k, dimana α adalah tingkat signifikan, k adalah jumlah variabel dependen dan variabel independen, sedangkan n adalah jumlah data sehingga didapatkan nilai T-tabel (0,05, 15) sebesar 1,753.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 4,482 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (4,482 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa produksi CPO nasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke India mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -5,865 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-5,865 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan signifikan atau memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah 2,673 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (2,673 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh yang nyata secara positif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -0,833 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test > -T-tabel (-0,833 > -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.

2.    Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke Belanda

Log Yij2 = 5,711 + 0,984 Log X1i - 0,363 Log X2ij2 - 0,617 Log X3ij2 - 0,184 Log X4i
Dimana:
β0    = 5,711 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda (Yij2) adalah sebesar 5.711 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij2), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij2) dan investasi (X4i) kostan.
β1    = 0,984 artinya setiap 1 persen kenaikan  produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,98 persen dengan asumsi, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda akan meningkat sebesar 984 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan.
β2    = -0,363 artinya setiap 1 persen  penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,36 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan naik sebesar 363 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan.
β3    = -0,617 artinya setiap 1 persen penurunan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,62 persen, atau apabila terjadi penurunan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 617 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap.
β4    = -0,184 artinya setiap 1 persen kenaikan investasi akan menyebabkan terjadinya penurunan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,18 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Dari hasil perhitungan estimasi diperoleh nilai koefisien determinasi R-squared (R2) adalah sebesar 0,89. Hal ini berarti bahwa 89 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebagian besar dipengaruhi oleh produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 11 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar model dari penelitian ini. Nilai R2 sebesar 0,89 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,89 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris adalah sebesar 31,56 sedangkan F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (31,56 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 9,624 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (9,624 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa produksi CPO nasional memiliki pengaruh positif dan signifikan atau memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda. Hal ini secara statistik sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke Belanda mempunyai hubungan yang positif.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -2,603 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,603 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah -2,810 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,810 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh yang nyata secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kurs riil dan ekspor CPO Indonesia ke Belanda mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -4,209 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-4,209 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan siginfikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.

3.    Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke Negara Lainnya

Log Yij3 = 2,530 + 1,800 Log X1i - 0,323 Log X2ij3 - 0,539 Log X3ij3 - 0,089 Log X4i
Dimana:
β0    = 2,530 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya (Yij3) adalah sebesar 2.530 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij3), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij3) dan investasi (X4i) kostan.
β1    = 1,800 artinya setiap 1 persen kenaikan  produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 1,80 perse, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya akan meningkat sebesar 1.800 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap.
β2    = -0,323 artinya setiap 1 persen  penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 0,32 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya akan naik sebesar 323 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya tetap.
β3    = -0,539 artinya setiap 1 persen penurunan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 0,54 persen, atau apabila terjadi penurunan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 539 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap.
 Î²4   = -0,089

Nilai koefisien determinasi R-squared (R2) adalah sebesar 0,96. Hal ini berarti bahwa 96 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negera lainnya sebagian besar dipengaruhi oleh produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 4 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan di dalam model. Nilai R2 sebesar 0,96 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,96 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris adalah sebesar 94,77 sedangkan nilai F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (94,77 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa produksi  CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara importir lainnya.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 12,306 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (12,306 > 1,753). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke negara lainnya mempunyai hubungan yang positif dan signifikan secara statistik.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -2,052 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,052 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan signifikan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah -1,879 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-1,879  < -1,753). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kurs riil dan ekspor CPO Indonesia ke negara lainnya mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -1,532 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test > -T-tabel (-1,532 > -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara importir lainnya.
Pengaruh Produksi CPO Nasional terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel produksi CPO nasional dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya, yaitu jika produksi CPO nasional meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariati (2009) mengenai pengaruh produksi nasional, konsumsi dunia dan harga dunia terhadap ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia, sehingga jika produksi CPO nasional meningkat maka akan diikuti juga oleh peningkatan ekspor CPO Indonesia.
            Selanjutnya penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara produksi tembaga dan volume ekspor tembaga Indonesia.
Sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia sejak tahun 2006, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berperan dalam pasar dunia (Mariati, 2009). Peningkatan volume eskpor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia tidak terlepas dari peningkatan jumlah produksi yang dikarenakan semakin bertambahnya luas lahan areal perkebunan kelapa sawit Indonesia, peralatan yang maju serta meningkatnya kebutuhan akan produk itu sendiri. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan sektoral terkait untuk memacu pertumbuhan produksi dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara tujuan ekspor utama seperti ke India dan Belanda seperti kebijakan kemudahan memperoleh kredit yang berkaitan dengan iklim investasi pada perkebunan kelapa sawit.
Pengaruh Harga CPO Nasional terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Secara statistik berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan negatif dan signifikan antara harga CPO nasional dengan eskpor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, baik itu ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang berarti apabila harga CPO nasional menurun maka permintaan akan volume ekspor CPO Indonesia akan meningkat ke negara India, Belanda dan lainnya dan sebaliknya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2008) mengenai analisis ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif dan signifikan antara harga CPO nasional dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif antara harga tembaga dan volume ekspor tembaga Indonesia.
Selanjutnya menurut penelitian Hadi (2009) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan, menyatakan bahwa variabel harga pisang dan mangga Indonesia memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersebut menjadi pertimbangan bagi negara pengimpor dalam menentukan volume pisang dan mangga yang akan diimpor dari Indonesia. Jika harga pisang dan mangga Indonesia tinggi, maka volume pisang dan mangga yang diperdagangkan ke negara tersebut akan semakin kecil dan sebaliknya.
Peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia tersebut secara langsung dipengaruhi oleh tingginya permintaan akan minyak kelapa sawit (CPO) dunia dari berbagai negara importir utama seperti India dan Belanda selama periode tahun 1992 sampai 2011, serta negara importir utama lainnya seperti negara Cina, Malaysia yang menjadi importir utama dari tahun 2002 sampai 2011 (BPS, 2012). Peningkatan permintaan tersebut terjadi karena minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang menjadi primadona dalam industri oleokimia dengan harga yang relatif rendah (Abidin, 2008). Sebagian besar negara yang mengimpor CPO, tidak hanya memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun mereka juga memanfaatkan CPO sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi (Mariati, 2009).
Pengaruh Kurs Riil terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifiikan antara kurs riil terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India. Sedangkan hasil regresi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan negara lainnya, menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan lainnya.
Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs riil atau disebut dengan terms of trade yaitu harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil akan mempengaruhi ekspor CPO Indonesia. Menurut Cote (1994) dan Ekananda (2004) fluktuasi nilai tukar memiliki pengaruh yang tidak pasti terhadap ekspor dan hasil penelitian yang sangat beragam, bisa berpengaruh secara positif maupun negatif. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karena adanya usaha-usaha untuk menghindari resiko nilai tukar dan metodelogi yang diterapkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abidin (2008) yang menganalisis tentang analisis ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Dari hasil penelitiannya ditemukan secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kurs riil atau nilai tukar dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Menurut Sitorus (2009) dalam penelitiannya tentang peningkatan ekspor CPO dan kakao di bawah pengaruh liberalisasi perdagangan (suatu pendekatan model gravitasi), menyatakan bahwa terdapatnya hubungan yang positif antara variabel nilai tukar terhadap volume eskpor CPO. Semakin tinggi nilai tukar negara pengekspor terhadap negara pengimpor maka akan terjadi peningkatan permintaan CPO dari negara pengimpor.
Disamping itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Huda (2006) yang menganalisis tentang beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor non migas Indonesia ke Jepang tahun 1992 hingga 2005. Dari hasil uji empiris yang ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kurs dan eskpor non migas Indonesia ke Jepang. Menurut Darwanto (2007) jika terjadi depresiasi terhadap nilai mata uang, maka harga barang Indonesia akan lebih murah sehingga permintaan untuk ekspor Indonesia oleh negara-negara importir akan meningkat, dan sebaliknya.
Selajuntya menurut Sarwedi (2010) dalam penelitiannya tentang analisis determinan perubahan penawaran barang ekspor Indonesia menunjukkan bahwa variabel perubahan nilai tukar dalam jangka pendek memiliki pengaruh positif dan signifikan sedangkan dalam jangka panjang memiliki pengaruh negatif. Penurunan nilai tukar mata uang domestik (depresiasi) akan mendorong ekspor dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang penurunan nilai tukar (depresiasi) justru akan menurunkan perubahan ekspor.
Selajutnya, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Khairunnisa (2009) dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri sehingga berdampak positif terhadap peningkatan ekspor Indonesia dan sebaliknya terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar menyebabkan menurunnya ekspor Indonesia karena barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri.
Pengaruh Investasi terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif dan tidak memiliki pengaruh secara nyata antara variabel investasi dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya. Sedangkan hasil empiris ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda menunjukkan bahwa variabel investasi memiliki pengaruh yang nyata secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa secara parsial investasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor tembaga Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak fokusnya investasi terhadap sektor tersebut dan karena kurangnya keamanan yang menjamin investasi yang di lakukan di dalam negeri sehingga investor luar negeri lebih berhati-hati dalam melakukan invetasi di Indonesia.
Selajutnya hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Taye (2009) dalam menganalis determinan ekspor di Ethiopia yang menunjukan bahwa investasi asing langsung (FDI) tidak signifikan terhadap ekspor.  Hal ini dipengaruhi oleh motif dari FDI itu sendiri. Jika dibalik motif FDI itu untuk memperluas pasar domestik maka pengaruh investasi asing langsung tidak akan mungkin berkontribusi untuk pertumbuhan ekspor. Di sisi lain, jika FDI digunakan untuk memperluas pasar luar negeri maka pengaruh investasi asing akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor.  Apabila melihat konribusi FDI di Indonesia ternyata FDI di Indonesia lebih banyak digunakan untuk pengembangan sektor dalam negeri seperti pengembangan restoran dan hotel, sektor transportasi, pengudangan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air.
Serta hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sarwedi (2010) tentang analisis determinan perubahan penawaran barang ekspor Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penanaman modal asing (PMA) dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan ekspor.
Hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara nyata antara investasi Indonesia di sektor pertanian terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia karena tidak terealisasinya investasi penanaman modal asing (PMA) sektor pertanian pada subsektor tanaman pangan dan perkebunan secara kondunsif.
Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian  (PPHP) dan Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi (2011) faktor penghambat investasi sektor pertanian antara lain birokrasi yang tidak ramah investor, prosedur yang tidak transparan, dan tenggang waktu yang tidak pasti sehingga menciptakan ekonomi biaya tinggi, status lahan yang tidak jelas, infrastruktur yang kurang memadai, dan masalah potensi, peluang, prospek dan prosedur investasi yang kurang memadai. Serta juga didorong oleh  investasi luar negeri lebih banyak dialokasikan ke sektor sekunder dan tersier dibandingkan pada sektor primer, dengan proporsi lebih dari 50 persen.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya. Namun secara parsial hanya variabel produksi CPO nasional berpengaruh signifikan secara positif dan harga CPO nasional berpengaruh signifikan secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.
Secara statistik variabel kurs rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, dan memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia Belanda dan negara lainnya. Hal ini dapat berarti bahwa apabila kurs mengalami depresiasi, maka akan meningkatkan permintaan terhadap produk dalam negeri. Variabel investasi secara statistik tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya. Sedangkan ke Belanda variabel investasi memiliki pengaruh nyata secara negatif.
Saran
Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Dengan peran yang cukup besar Indonesia diharapkan harus dapat meningkatkan kualitas minyak kelapa sawit (CPO) yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh negara-negara importir di pasar internasional, sehingga terhindar dari propaganda atau isu-isu negatif dari negara-negara kompetitor. Serta peningkatan kualitas tersebut juga akan berpengaruh terhadap peningkatan harga dari minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia itu sendiri.
Hasil penelitian menuunjukkan bahwa nilai kurs memiliki pengaruh terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, yang akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia sehingga diiperlukan koordinasi kebijakan moneter yang lebih kondusif agar kinerja ekspor Indonesia dapat meningkat lebih baik.
Dalam upaya menarik para investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, pemerintah diharapkan memberikan kemudahan dalam prosedur penanaman modal yang telah ditetapkan, guna menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik sehingga dapat merangsang minat para investor.
Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dan menganalisis berdasarkan negara tujuan utama ekspor lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen (6) 2.

Agustian, A dan P. U. Hadi. 2002. Analisis Dinamika Ekspor dan Keunggulan Komparatif Minyak Kelapa Sawit (CPO) Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Indonesia. Berbagai Edisi.

Cote, A. 1994. Exchange Rate Volatility and Trade a Survey. International Department Bank of Canada.

Darwanto. 2007. Kejutan Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Inflasi, Pertumbuhan Output dan Pertumbuhan Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang 12 (1): 15 – 25. 

Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi dan Ditjen PPHP. 2011. Data Investasi PMA dan PMDN. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Dornbusch, R., S. Fischer and R. Startz. 2008. Makro Ekonomi Edisi Kesepuluh. PT Media Global Edukasi. Jakarta.

Ekananda, M. 2004. Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia: Penerapan Estimasi dengan Menggunakan Distribusi lag Poissons pada Persamaaan Non Linear Seemingly Unrelated Regression. Bulitin Ekonomi Moneter dan Perbankan.

Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hadi, I. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Aliran Perdagangan Pisang dan Mangga Indonesia ke Negara Tujuan. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Huda, S. 2006. Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang. Jurnal Penelitian Imu-ilmu Ekonomi 6 (2): 117 – 124.
Khairunnisa, Septi (2009). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Skripsi.  Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Krugman, P. R and M. Obstfeld. 1993. Ekonomi Internasional: Teori Kebijakan Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lipsey, R. G., D. D. Purvis, P.N. Courant, and P. O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta.

Mankiw, N. G. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta

Mariati, R. 2009. Pengaruh Produksi Nasional, Konsumsi Dunia dan Harga Dunia Terhadap Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Perdagangan 6 (1): 30-35.

Markusen, J. R., J. R. Melvin., W. H. Kaempfer and K. E. Maskus. 1990. International Trade: Theory and Evidence. Mc Graw – Hill, Inc. New York.

Prajitno, B dan N. D. Saputra. 2012. Analisis Mengenai Ekspor Kelapa Sawit Atas Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat di Indonesia Tahun 2006 – 2010. Jurnal Perekonomian Indonesia.

Sarwedi. 2010. Analisis Determinan Perubahan Penawaran Barang Ekspor Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Fakultas Ekonomi. Universitas Jember.
Septiana, R. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor Indonesia Dari Cina Tahun 1998 - 2009. Skripsi. Jurusan IESP FE. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sinaga, D. M dan M. Hendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatra Utara. Diponegoro Journal of Economics 1(1).

Sitorus, M. 2009. Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao di Bawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi). Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisa Cobb Douglass. Raja Grafindo Persada. Yogyakarta.

Sugiarsana, M dan I. G. B. Indrajaya. 2012. Analisis Pengaruh Jumlah Produksi, Harga dan Investasi Terhadap Volume Ekspor Tembaga Indonesia Tahun 1995-2010. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana 2 (1): 10 – 19.

Sugiharini. 2006. Kontribusi Perdagangan Internasional Bagi Pembangunan Bangsa. Jurnal Ekonomi Modernisasi 2 (1).
Taye, Y. T. 2009. Determinants Of Ethiophia’s Export Performance: A Gravity Model Analysis. Trade and Development Discussion Paper No. 01. BKP Development Research and Consulting.
Wardani, W. K. 2008. Dampak Kebijakan Perdagangan di Sektor Industri CPO terhadap Keseimbangan Pasar Minyak Goreng Sawit Dalam Negeri. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.




Tidak ada komentar: